Hadits Maudhu dan Permasalahannya

Mata Kuliah : Ulumul Hadis
Smt/Jurusan : II/PAI,PGMI
Bobot : 2 SKS
Dosen Pengampu : Suyitno Rahmani, M.A

Tujuan Pembelajaran:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Hadis dan kegunaannya dalam studi Islam
2. Mahasiswa mampu menguraikan sejarah perkembangan Hadis sejak masa Nabi hingga periode pembukuan Hadis
3. Mahasiswa mampu menganalisis kualitas Hadis yang dapat dijadikan sebagai sumber ajaran Islam
4. Mahasiswa mampu menelusuri Hadis melalui Kitab-kitab Hadis.

Materi Perkuliahan:

1. Pengertian Hadis dan Unsur-unsurnya
2. Model Periwayatan Hadis
3. Hadis dan Hubungannya dengan Al-Qur’an
4. Sejarah Perkembangan Hadis
5. Sejaran Penulisan Hadis
6. Ulumul Hadis dan Cabang-cabangnya
7. Pembagian Hadis berdasarkan Kuantitas
8. Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas
9. Hadis Maudhu’ dan Permasalahannya
10. Kitab-Kitab Hadis dan Penyusunnya
11. Takhrij Hadis

Strategi Pembelajaran:

• Ceramah dan Diskusi
• Penugasan

Penilaian:

1. Keaktifan di Kelas : 20 %
2. Tugas-tugas/Paper : 30 %
3. Ujian Akhir Semester (UAS) : 50 %
J u m l a h : 100 %



Kuliah Pertama


Definisi Hadis:

• Hadis adalah: segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan (qauly), perbuatan (fi’ly), maupun ketetapan (taqriry).
• Sunnah: segala yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkatan maupun perbuatan.
• Khabar adalah sesuatu yang datang dari sahabat Nabi
• Atsar adalah sesuatu yang berasal dari Tabi’in.

Bentuk-bentuk Hadis:

Dari segi sampai tidaknya kepada Nabi, Hadis dibagi menjadi tiga:

1. Hadis Marfu’: yaitu hadis yang periwayatannya sampai kepada nabi
2. Hadis Mauquf: yaitu hadis yang periwayatannya hanya sampai pada sahabat
3. Hadis Maqtu’: yaitu hadis yang periwayatannya hanya sampai pada Tabi’in.

Berdasarkan pengertiannya, maka yang termasuk kategori hadis yang dapat digunakan sebagai sumber ajaran Islam adalah Hadis Marfu’. Sedangkan Hadis Mauquf hanya menempati tingkatan Khabar dan Hadis Maqtu’ hanya merupakan Atsar.
Ditinjau dari segi isinya, Hadis dibagi menjadi tiga:

1. Hadis qauly: hadis yang isinya berupa perkataan atau ucapan Nabi
2. Hadis fi’ly: hadis yang isinya berupa pebuatan Nabi yang dideskripsikan oleh sahabat
3. Hadis taqriry: hadis yang isinya berupa ketetapan tindakan Nabi

Diantara ketiga bentuk hadis tersebut hadis qauly menempati kedudukan tertinggi, baru kemudian dibawahnya hadis fi’ly. Hadis taqriry merupakan bentuk hadis yang terlemah.

Unsur-Unsur dalam Hadis:

• Sanad: yaitu mata rantai periwayatan yang menghubungkan antara penulis hadis dengan generasi di atasnya hingga sampai kepada Nabi
• Matan: yaitu redaksi atau bunyi dari sebuah hadis
• Rawi: yaitu para periwayat hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad

Kedudukan Hadis:

- Hadis adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Artinya Hadis menjadi dasar dan dalil bagi aturan-aturan (baik dalam masalah aqidah, hukum, maupun etika) dalam ajaran Islam bersama-sama dengan al-Qur’an.

Kuliah Kedua

Model Periwayatan Hadis

Ada dua model yang digunakan para sahabat (rawi) dalam meriwayatkan hadis dari Nabi, yaitu:
• Periwayatan bil-lafzi, yaitu periwayatan hadis yang redaksi atau matannya persis sama dengan apa yang diucapkan oleh Nabi.
• Periwayatan bil makna, yaitu periwayatan hadis yang redaksi atau matannya tidak persis sama dengan apa yang diucapkan Nabi, namun maknanya sama dengan yang dimaksudkan oleh Nabi.

Istilah dalam Periwayatan Hadis

Istilah periwayatan yang sering digunakan oleh para mudawwin Hadis berbeda-beda diantaranya:

1. Akhrajahu syaikhani, artinya hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
2. Akhrajahu tsalatsah, artinya hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, dan an-Nasa’i.
3. Akhrajahu arba’ah, berarti hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibn Majah.
4. Akhrajahu khamsah, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah dan Imam Ahmad.
5. Akhrajahu Sittah, berarti hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibn Majah.
6. Akhrajahu Sab’ah, berarti hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah, dan Imam Ahmad.
7. Akhrajahu Jama’ah, artinya hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak ulama Hadis.

Metode Mempelajari Hadis (Tahammul wa Adail Hadis)

Metode mempelajari/menerima Hadis yang dipakai oleh para ulama adalah:

1. As-Sima’, yaitu guru membaca hadis didepan para muridnya. Bentuknya bisa membaca hafalan, membaca dari kitab, tanyajawab dan dikte. Metode ini merupakan metode yang paling baik. Istilah yang digunakan adalah: sami’tu, haddatsana.
2. Al-‘ardlu, yaitu seorang murid membaca hadis di depan guru. Dalam metode ini seorang guru dapat mengoreksi hadis yang dbaca oleh muridnya. Istilah yang dipakai adalah akhbarana.
3. Al-Ijazah, yaitu pemberian ijin seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan buku hadis tanpa membaca hadis tersebut satu demi satu. Istilah yang dipakai adalah an-ba-ana.
4. Al-Munawalah, yaitu seorang guru memberi sebuah atau beberapa hadis tanpa menyuruh untuk meriwayatkannya. Istilah yang dipakai adalah an-ba-ana.
5. Al-Mukatabah, yaitu seorang guru menulis hadis untuk seseorang, hal ini mirip dengan metode ijazah.
6. I’lam as-Syaikh, yaitu pemberian informasi guru kepada murid bahwa hadis dalam kitab tertentu adalah hasil periwayatan yang diproleh dari seseorang tanpa menyebut namanya.
7. Al-Washiyah, yaitu guru mewasiatkan buku-buku hadis kepada muridnya sebelum meninggal.
8. Al-Wijadah, yaitu seseorang yang menemukan catatan hadis seseorang tanpa ada rekomendasi untuk meriwayatkannya.

SOAL ULUMUL HADIS
Nama : ________________________________ NIM: _________________
حدثنا موسى بن اسماعيل, حدثنا حماد, اخبرنامحمد بن اسحاق, عن الحارث بن فضيل, عن سفيان بن ابي العوجاء, عن ابي شريح الخزاعي, ان النبي صلى الله عليه وسلم قال:" من اصيب بقتل او خبل فاءنه يختار احدى ثلاث: اما ان يقتص,واما ان يعفو, واما ان ياءخذ الدية, فاءن اراد الرابعة فخذوه على يديه, ومن اعتدى بعد ذلك فله عذاب اليم " رواه شيخان
Bacalah hadis di atas secara teliti lalu jawablah pertanyaan di bawah ini:
1. Dari segi sanadnya hadis tsb termasuk hadis apa?a. Marfu’ b. Mauquf c. Maqthu’.
Apa alasannya?
2. Dari segi matannya hadis tsb adalah hadis? a. qauly b. fi’ly c. taqriry.
Apa alasannya?
3. Sebutkan nama-nama rawi dalam hadis tersebut?
4. Tulislah kembali matan hadis di atas!
5. Metode apa saja yang digunakan dalam periwayatan hadis tersebut!
6. Siapa mudawin hadis di atas?

Kuliah Ketiga
Hadis dan Hubungannya dengan Al-Qur’an

Kedudukan Hadis terhadap Al-Qur’an:
1. Bayan Tafsir: yaitu menjelaskan apa yang terkandung dalam al-Qur’an. Penjelasan tersebut berupa:
a. Merinci yang mujmal, seperti contoh dalam pelaksanaan shalat. Al-Qur’an hanya menjelaskan tentang hukum wajibnya shalat, sedangkan hadis merinci bagaimana tata cara atau pelaksanaannya.
b. Membatasi yang mutlak, seperti dalam ayat tentang pencurian.Al-Qur’an memberi hukuman potong tangan bagi pencuri, sedangkan hadis memberi batasan tentang jumlah barang yang dicuri yang dapat mengaibatkan diberlakukannya hukum potong tangan.
c. Mentakhsis yang ‘Am, seperti ayat tentang warisan. Hadis metakhsis pembunuh pewaris tidak mendapat warisan.

2. Bayan Taqrir, yaitu menguatkan apa yang terdapat dalam al-Qur’an. Contohnya tentang wudhu’. Al-Qur’an menjelaskan tentang wajibnya wudhu bagi orang yang mau shalat, sedangkan hadis menjelaskan hal yang sama.
3. Bayan Tasyri’, yaitu menetapkan berlakunya hukum baru. Contohnya: penetapan hukum rajam bagi pezina muhson.


Hadis Qudsi:

Pengertian:
• Hadis Qudsi adalah sesuatu yang diberitakan Allah kepada Nabi selain al-Qur’an.
• Makna hadis qudsi berasal dari Allah sedangkan redaksinya dari Nabi sendiri.
• Ciri-cirinya: menggunakan kata-kata: qalallahu ta’ala.

Persamaan dan Perbedaan antara hadis Qudsi dengan hadis nabawi:
• Persamaan: redaksinya sama-sama berasa dari Nabi sendiri.
• Perbedaan:
1. Dari segi sandaran: Sandaran hadis qudsi adalah Allah, sedangkan sandaran hadis nabawi adalah Nabi.
2. Penisbahan: hadis qudsi maknanya dari Allah redaksinya dari Nabi, hadis nabawi makna dan redaksinya berasal dari nabi.

Persamaan dan Perbedaan hadis qudsi dengan Al-Qur’an:
• Persamaan: sama-sama bersumber dari Allah.
• Perbedaan:
1. Al-Qur’an mukjizat sedangkan hadis qudsi bukan mukjizat.
2. Al-Qur’an redaksinya dari Allah sedangkan hadis qudsi redaksinya dari Nabi.
3. Al-Qur’an menjadi bacaan shalat sedangkan hadis qudsi tidak.

Kuliah Keempat

Sejarah Perkembangan Hadis

A. Pada Masa Rasul

• Nabi menyampaikan hadis melalui media: majlis ‘ilmi, melalui sahabat tertentu, ceramah pada tempat terbuka (spt pada waktu haji wada’), perbuatan langsung, dan sebagainya.
• Sahabat yang banyak menerima hadis antara lain: (1) as-Sabiqunal awwalun yaitu: Abu Bakar, Usman, Ali, dan Abdullah Ibn Mas’ud (2) Ummahatul Mukminin atau istri-istri Rasul seperti ‘Aisyah dan Ummu Salamah (3) Sahabat dekat yang menulis hadis yaitu Abdullah Amr bin al’Ash (4) Sahabat yang selalu memanfaatkan waktu bersama Nabi seperti Abu Hurairah (5) Sahabat yang aktif dalam majlis ilmi dan bertanya kepada sahabat yang lain seperti Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, dan Abdullah bin Abbas.
• Hadis lebih banyak dihafal karena Rasul melarang menulis hadis agar tidak bercampur dengan al-Qur’an. Namun terdapat beberapa sahabat yang menulis hadis dan disimpan sendiri seperti: Abdullah bin Amr bin ‘Ash (as-sahifah as-sadiqah), Jabir bin Abdullah (sahifah Jabir), Anas bin Malik, Abu Hurairah ad-Dausi (sahifah as-sahihah), Abu Bakar, Ali, Abdullah bin Abbas dan lain-lain.


B. Hadis Masa Sahabat

• Disebut juga dengan masa pembatasan dan pengetatan riwayat karena perhatian difokuskan pada penyebaran al-Qur’an.
• Sahabat sangat hati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Setiap hadis yang diriwayatkan harus didatangkan seorang saksi.
• Terjadi perbedaan pendapat tentang pemaknaan larangan menulis hadis pada masa Rasul.

C. Hadis Masa Tabi’in

• Dikenal dengan masa penyebaran riwayat. Al-Qur’an sudah tertulis dalam mushaf sehingga perhatian terhadap hadis lebih besar.
• Terbentuk pusat-pusat pembinaan hadis seperti Madinah, Makkah, Kufah, Basrah, Syam, dan Mesir, Maghrib dan Andalus, Yaman, dan Khurasan.
• Terjadi perpecahan politik yang mengakibatkan munculnya hadis maudhu’ (hadis palsu).

D. Masa Kodifikasi Hadis

• Disebut juga dengan masa pencatatan hadis atau pembukuan hadis. Masa ini terjadi pada awal abad kedua hijrah.
• Dimulai dengan adanya instruksi dari khalifah Umar bin Abdul Aziz kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (gubernur Madinah) dan para ulama Madinah (Muhamad bin Syihab az-Zuhri) untuk mengumpulkan hadis dari para penghafalnya.
• Alasan pengumpulan hadis (1) khawatir hilangnya hadis dengan meninggalnya para ulama (2) khawatir tercampurnya hadis sahih dengan yang palsu.
• Kitab hadis yang berhasil ditulis dan masih ada adalah al-Muwatta’ karya Malik bin Anas.

E. Masa Seleksi dan Penyempurnaan Penyusunan Kitab Hadis.

• Terjadi pada akhir abad kedua atau awal abah ketiga hijrah (masa pemerintahan al-Makmun dari bani Abbasiyah)
• Diadakan penyaringan terhadap hadis pada masa sebelumnya, dan dikelompokkan menjadi hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’. Disamping itu juga diseleksi mana yang sahih dan mana yang dha’if. Ulama menetapkan kaidah-kaidah kesahihan hadis.
• Kitab hadis yang disusun dengan penyaringan ini dikenal dengan kutub al-sittah atau kitab induk yang enam, yaitu: (1) al-Jami’ as-Sahih karangan Bukhari (2) al-Jami’ as-Sahih karangan Muslim (3) As-Sunan karangan Abu Daud (4) As-Sunan karangan at-Turmuzi (5) As-Sunan karangan an-Nasai dan (6) As-Sunan karangan Ibn Majah.
• Masa selanjutnya ulama menyusun kitab hadis dengan sistematika jawami’ (mengumpulkan kitab-kitab hadis menjadi satu), kitab syarah (komentar), kitab mukhtasar (ringkasan), kitab athraf (menyusun pangkal suatu hadis sebagai petunjuk kepada materi hadis), mentakhrij (mengkaji sanadnya).
• Muhammad bin Abdullah al-Jauzaqi dan Ibn al-Furrat mengumpulkan isi kitab Bukhari Muslim, Abdul Haq ibn Abdurrahman al Asybili, al-Fairuz Zabdi, dan Ibn Atsir al-Jazari mengumpulkan kitab hadis yang enam.
• Ad-Daruqutni, al-Baihaqi, Ibn Hajar al-Asqalani mengumpulkan kitab-kitab hadis mengenai hukum.

Kuliah Kelima

Ulumul Hadis dan Cabang-cabangnya

Pengertian

• Ulumul Hadis yaitu ilmu yang membicarakan masalah hadis dari berbagai aspeknya.
• Ilmu Hadis muncul pada masa Tabi’in. Az-Zuhri dianggap sebagai peletak dasar ilmu Hadis. Kemudian selanjutnya muncul para mudawin Hadis seperti Malik, Bukhari, dan sebagainya.
• Ilmu ini dibagi dua yaitu: 1. Ilmu Hadis Riwayah 2. Ilmu Hadis Dirayah.

Ilmu Hadis Riwayah

• Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu hadis yang berupa periwayatan atau ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada Nabi.

• Objek kajiannya adalah:
1. Bagaimana cara menerima dan menyampaikan hadis
2. Bagaimana cara memindahkan hadis
3. Bagaimana cara mentadwinkan hadis.
• Kegunaannya adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya.

Ilmu Hadis Dirayah

• Ilmu Hadis Dirayah atau disebut dengan ilmu Mustalahul Hadis, yaitu ilmu yang mempelajari tentang keadaan hadis dari segi kesahihan, sandaran, maupun sifat-sifat rawinya.
• Objek kajiannya adalah sanad, matan dan rawi.

• Kegunaannya adalah:
1. Untuk mengetahui pertumbuhan hadis
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh hadis
3. Untuk megetahui kaidah-kaidah yang digunakan
4. Untuk mengetahui istilah dan criteria hadis.

• Cagang ilmu Hadis Dirayah:
1. Ilmu Rijalul Hadis
2. Ilmu Jarh wa Ta’dil
3. Ilmu Ilalil Hadis
4. Ilmu Asbab al-Wurud
5. Ilmu Mukhtaliful Hadis

Kuliah Keenam

Pembagian Hadis

Pembagian Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi

• Berdasarkan sedikit banyaknya rawi yang meriwayatkan hadis dibagi menjadi tiga:
1. Hadis Mutawatir: yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak, diterima oleh orang banyak dan mustahil mereka berdusta. Syarat bagi hadis mutawatir adalah:
a. Diriwayatkan oleh banyak rawi. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran banyaknya, ada yang berpendapat minimal 4 rawi, ada yang berpendapat 40, atau 70, atau 313 orang.
b. Adanya keyakinan bahwa mereka tidak mungkin berdusta.
c. Ada keseimbangan jumlah sanad dalam setiap thabaqatnya (tingkatan generasi periwayat hadis).
d. Berdasarkan tanggapan pancaindera. Hadis yang diriwayatkan harus berasal dari pengamatan pencaindera, bukan berupa hasil perenungan, pemikiran atau rangkuman.
2. Hadis Aziz, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh dua orang perawi atau lebih.
3. Hadis Ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi.

Pembagian Hadis Berdasakan Kualitas Rawi:

• Berdasarkan kualitas rawi hadis dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Hadis Sahih, yaituhadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna kedhabitannya dan bersambung sanadnya. Syarat hadis Sahih adalah:
a. Diriwayatkan oleh perawi yang adil.
b. Kedhabitan perawinya sempurna.
c. Sanadnya bersambung
d. Tidak ada cacat atau illat.
e. Matannya tidak syaz atau janggal.
2. Hadis Hasan, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat hafalannya dan bersambung sanadnya. Syarat hadis hasan adalah:
a. Para perawinya adil.
b. Kedhabitan perawinya dibawah perawi hadis sahih.
c. Sanadnya bersambung.
d. Tidak mengandung kejanggalan pada matannya.
e. Tidak ada cacat atau illat.
3. Hadis Dha’if, yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat sebagai hadis sahih maupun hadis hasan.
Kuliah Ketujuh

Hadis Maudhu’ dan Permasalahannya

Pengertian:
• Hadis maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat atau diciptakan atau didustakan atas nama Nabi
• Menurut Ahmad Amin hadis maudhu’ sudah ada sejak masa Rasulullah. Dasarnya adalah munculnya hadis: mn kazzaba ‘alayya…
• Ulama Hadis lain berpendapat bahwa munculnya hadis maudhu’ adalah pada tahun 40 H, pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib ketika terjadi pertikaian politik.

Faktor Penyebab:
1. Pertentangan politik antara Ali dan Muawiyah. Menurut Ibnu Abi al-Hadid kelompok Syiah adalah yang pertama kali membuat hadis maudhu’.
2. Usaha kaum zindiq, yaitu golongan yang berusaha merusak Islam dari dalam, sepeti Abdul Karim Ibn al-Auja’.
3. Perselisihan dalam ilmu Kalam dengan tujuan untuk memperkuat pandangan kelompok masing-masing.
4. Menarik simpati kaum awam.
5. Menjilat kepada penguasa.

Usaha Penyelamatan:
• Menyusun kaidah penelitian hadis, khususnya kaidah tentang kesahihan sanadnya.
• Kitab yang memuat tentang hadis maudhu’ antara lain: al-Maudhu’ al-Kubra yang disusun oleh Abu al-Fajri.

Cara Mengetahui Hadis Maudhu’:
1. Adanya pengakuan dari pembuatnya
2. Maknanya rusak, dalam arti bertentangan dengan al-Qur’an, hadis mutawatir, dan hadis sahih.
3. Matannya menyebutkan janji yang besar untuk perbuatan kecil.
4. Rawinya pendusta.

Kuliah kedelapan

Biografi Mudawin Hadis

Imam Bukhari

• Nama lengkapnya: Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fari. Lahir tanggal 13 syawal 194 H di Bukhara dan wafat tahun 256 H.
• Pada usia 16 tahun sudah menghafalkan matan hadis dari para ulama hadis seperti Ibn al-Mubarak, Waki’, dll.
• Kitabnya: al-Jami’ al-Musnad as-Sahih al-Mukhtashar min umuri Rasulullah wa sunanihi wa Ayyamihi. Kitab ini ditulis selama 16 tahun.
• Isi Kitab: jumlah hadis yang terdapat dalam kitabnya sebanyak 9.082 buah. Jika tanpa pengulangan jumlahnya 2.602 buah. Kitab ini direvisi oleh Bukhari sebanyak tiga kali.
• Kritik: terdapat 80 perawi yang tidak standard an 110 hadis yang lemah.

Imam Muslim
• Nama lengkap: Abdul Husayn Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi. Lahir tahun 204 H.
• Kitabnya: al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi Naql al-Adl an Rasulillah.
• Metode penyusunan kitab hadisnya dipengaruhi oleh Bukhari.
• Isi: Jumlah hadisnya sebanyak 3033 buah. Muslim hanya membukukan hadis sahih yang diterima masyarakat.

Abu Dawud
• Nama lengkapnya: Abu Dawud Sulaiman bin al-‘Asy’ats al-Azdi al-Sijistani. Lahir tahun 202 H dan wafat tahun 275 H.
• Kitabnya: Sunan Abu Dawud.
• Isi kitab: Menyeleksi 4800 hadis dari 50.000 hadis yang diterima. Tidak memuat masalah moralitas, sejarah dan zuhud. Merupakan kitab hadis terlengkap dalam bidang hukum. Tidak semua hadis yang dimuat sahih.

At-Tirmizi
• Nama lengka: Muhammad bin Isa bin Sawa bin Musa bin al-Dahhak al-Tirmizi. Lahir tahun 209 H dan wafat tahun 279 H.
• Metode penyusunannya dipengaruhi oleh Bukhari.
• Kitabnya: Sunan at-Tirmizi.
• Isinya: Jumlah hadis yang ditulis sebanyak 3956 buah. Dalam setiap hadisnya disebutkan apakah hadis tersebut sahih, hasan, atau dha’if. Tema hadis yang dimuat antara lain: ibadah, adab, muamalah, tafsir, akidah, sejarah Nabi dan sahabat dan lain-lain.


An-Nasai
• Nama lengkap: Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani an-Nasai. Lahir tahun 215 H.
• Kitabnya: asalnya Sunan al-Kubra yang dihadiahkan kepada gubernur Ramlah (Paletina), lalu diseleksi ang sahih dan dinamakan dengan as-Sunan al-Mujtaba’.
• Isi Kitab: disamping hadis sahih, terdapat juga hadis yang lemah, tetapi beliau menyebtkan cacat isnadnya.

Ibnu Majah
• Nama lengkap: Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini. Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273 H.
• Kitabnya: Sunan Ibn Majah.
• Isi Kitab: jumlah hadis seluruhnya yang ditulis 4.341 buah, 3002 diantaranya terdapat dalam kutub as-sitah yang lain. Sebanyak 1339 diriwayatkan sendiri. Terdapat 613 hadis yang lemah sanadnya. Dari segi sitematika kitab hadis ini merupakan yang terbaik.




Kuliah kesembilan
Takhrij al-Hadis
A. Pengertian
Kata Takhrij adalah bentuk masdar dari fill madi yang secara bahasa berarti mengeluakan sesuatu dari tempat.
Pengertian takhrij menurut ahli hadis memiliki tiga (3) macam pengertian, yaitu:
1. Usaha mencari sanad hadis yang terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini dinamakan juga istikhraj. Misalnya seseorang mengambil sebuah hadis dari kitab Jamius Sahih Muslim. kemudian ia mencari sanad hadis tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditetapkan oleh lmam Muslim.
2. Suatu keterangan bahwa hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadis mengakhiri penulisan hadisnya dengan kata-kata: "Akhrajahul Bukhari", artinya bahwa hadis yang dinukil itu terdapat kitab Jamius Sahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata Akhrajahul Muslim berarti hadis tersebut terdapat dalam kitab Sahih Muslim.
3. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
B. Manfaat Takhrij al-Hadis
Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis sahih, hasan, ataupun dlaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya;
2. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak).
Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SA W. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.

C. Kitab-kitab yang diperlukan
1. Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari

Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar AI-Misri At-Tahtawi.
2. Mu’jam Al-Fadzi wala siyyama al-garibu minha atau Fihris litartibi ahadisi sahihi Muslim

Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke- V dari Kitab Sahih Muslim yang disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus terhadap Jus ke-I -IV yang berisi:
1. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
2. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat dalam Sahih Muslim.
Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, bila kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari.
3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah. Kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Muslim.
4. AI-Bugyatu fi tartibi ahadasi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid Muhammad bin Sayyid Siddiq AI-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim AI-Asabuni (w. 430 H) yang berjudul: Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut di atas adalah kitab Miftahut tartibi li ahadisi tarikhil khatib
5. Al-Jamius Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti (w.91h). Kitab kamus hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh As-suyuti juga, yakni kitab Jam 'ul Jawami’.
6. AI-Mujam al-mufahras li alfadzil hadis nabawi

Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Di antara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusunan ialah Dr. Arnold John Wensinck (w.j 939 m), seorang profesor bahasa-bahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.
Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis.
Kitab Mu'jam ini terdiri dari tujuh Juz dan dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan Daromi, Muwatta Malik, dan Musnad Ahmad.
D. Cara melaksanakan Takhrij al-Hadis
Secara garis besar menakhrij hadis (takhyijul hadis) dapat dibagi menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab sebagaimana telah disebutkan di atas. Adapun dua macam cara takhrijul hadis yaitu:
1. Menakhrij hadis telah diketahui awal matannya, maka hadis tersebut dapat dicari atau ditelusuri dalam kitab-kitab kamus hadis dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan dengan abjad.
Contohnya hadis Nabi:
Untuk mengetahui lafal lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Ternyata halaman yang ditunjuk memuat penggalan lafal tersebut adalah halaman 2014. Berarti, lafal yang dicari berada pada halaman 20 14 juz IV. Setelah diperiksa, maka diketahuilah bahwa bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah:

Artinya:
"(Hadis) riwayat Abu Hurairah bahwa Rasullulah bersabda, "(Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah."
Apabila hadis tersebut dikutip dalam karya tulis ilmiah, maka sesudah lafal matan dan nama sahabat periwayat hadis yang bersangkutan ditulis, nama Imam Muslim disertakan. Biasanya kalimat yang dipakai adalah
Nama sahabat periwayat hadis dalam contoh di atas adalah Abu Hurairah, dapat pula ditulis sesudah nama Muslim dan tidak ditulis di awal matan. kalimat yang dipakai berbunyi :
Dalam kitab Sahih Muslim dicantumkan di catatan kaki sebagaimana lazimnya.
Kamus yang disusun oleh Muhamad Fuad Abdul Baqi tersebut tidak mengemukakan lafal hadis Nabi yang dalam bentuk selain sabda. bahkan hadis yang berupa sabda pun tidak disebutkan seluruhnya. Contoh:

Lafal hadis tersebut tidak termuat dalam kamus, padahal Sahih Muslim memuatnya dalam juz III halaman 1359, nomor urut hadis 1734. Hadis yang dimuat dalam kamus adalah hadis yang semakna yang terdapat dalam juz dan halaman yang sama dengan nomor urut hadis 1733, lafalnya berbunyi:

2. Menakhrij hadis dengan berdasarkan topik permasalahan (takhrijul hadis bit Mundu'i)
Upaya mencari hadis terkadang tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadis, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah sangat menolong pengkaji hadis yang ingin memahami petunjuk-petunjuk hadis dalam segala konteksnya.
Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukkan teks hadis menurut para periwayatnya masing-masing.
Padahal untuk memahami topik tertentu tentang petunjuk hadis, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut periwayatnya masing-masing. Dengan bantuan kamus hadis tertentu, pengkajian teks dan konteks hadis menurut riwayat dari berbagai periwayat akan mudah dilakukan. Salah satu kamus hadis itu ialah:

(Untuk empat belas kitab hadis dan kitab tarikh Nabi).
Kitab tersebut merupakan kamus hadis yang disusun berdasarkan topik masalah. Pengarang asli kamus hadis tersebut adalah Dr. A.J. Wensinck (Wafat 1939 M), seorang orientalis yang besar jasanya dalam dunia perkamusan hadis. Sebagaimana telah dibahas dalam uraian terdahulu, Dr. A.J. Wensinck adalah juga penyusun utama kitab kamus hadis:

Bahasa asli dari kitab Miftah Kunuzis-Sunnah adalah bahasa Inggris dengan judul a Handbook of Early Muhammadan. Kamus hadis yang berbahasa Inggris tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagaimana tercantum di atas oleh Muhamad Fuad Abdul-Baqi. Muhamad Fuad tidak hanya menerjemahkan saja, tetapi juga mengoreksi berbagai data yang salah.
Naskah yang berbahasa inggris diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1927 dan terjemahannya pada tahun 1934.
Dalam kamus hadis tersebut dikemukakan berbagai topik, baik. yang berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan petunjuk Nabi maupun yang berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan nama. Untuk setiap topik biasanya disertakan beberapa subtopik, dan untuk setiap subtopik dikemukakan data hadis dan kitab yang menjelaskannya. Berarti, lafal yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah diperiksa, maka diketahuilah bahwa bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah:

Artinya:
"(Hadis) riwayat Abu Hurairah bahwa Rasullulah SAW bersabda, "(Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah."
Jika hadis tersebut dikutip dalam karya tulis ilmiah, maka sesudah ditulis lafal matan dan nama sahabat periwayat hadis yang bersangkutan, disertakan nama Imam Muslim. Biasanya kalimat yang dipakai adalah:
Nama sahabat periwayat hadis, dalam contoh di atas adalah Abu Hurairah, dapat pula ditulis sesudah nama Muslim dan tidak ditulis di awal matan.
Dalam hal ini, kalimat yang dipakai dapat berbunyi:

Dalam kitab Sahih Muslim dicantumkan di catatan kaki sebagaimana lazimnya. Kamus yang disusun oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi tersebut tidak mengemukakan lafal hadis Nabi yang dalam bentuk selain sabda. Bahkan hadis yang berupa sabda pun tidak seluruhnya dimuat. Salah satu contohnya ialah lafal hadis yang berbunyi:

Lafal hadis tersebut tidak termuat dalam kamus, padahal Sahih Muslim memuatnya dijuz III halaman 1359, nomor urut hadis: 1734. Lafal yang dimuat dalam kamus adalah hadis yang semakna yang terdapat dalam juz dan halaman yang sama, dengan nomor urut hadis 1733. Lafal itu berbunyi:

Penggalan hadis nomor 1631 merupakan contoh juga dari matan hadis yang tidak termuat dalam kamus itu.
Kitab-kitab yang menjadi rujukan kamus tidak hanya kitab-kitab hadis saja, tetapi juga kitab-kitab sejarah (tarikh) Nabi. Jumlah kitab rujukan itu ada empat belas kitab, yakni:

Dalam kamus, llama dan beberapa hal yang berhubungan dengan kitab-kitab tersebut dikemukakan dalam bentuk lambang. Contoh berbagai lambang yang dipakai dalam kamus hadis Miftah Kunuzis-Sunnah, yaitu:
=Jus pertama (awal)
= Bab
= Sahih al-bukhari
= Sunan Abi Daud
= Sunan At-Turmuzi
= Juz ketiga
= Juz kedua
= Juz
= Hadis
= Musnad Ahmad
= juz kelima
= Juz keempat
= Musnad Zald bin Ali
= Juz keenam
= Halaman (Sathah)
= Musnad Abi Daud At-Thayalisi
= Thabaqat Ibni Saad
= Bagian Kitab (Qismul-kitab)
= Konfirmasikan data yang sebelumnya dengan data yang sesudahnya
= Magazi AI-Waqidi
= Kitab ( dalam arti bagian)
= Muwatta' Malik
= Sunan Ibni Majah
= Sahih Muslim
= Hadis terulang beberapa kali
= Sunan Ad-Darimi
= Sunan An-Nasai
= Sirah Ibni Hisyam
Angka kecil yang berada di sebelah kiri bagian atas dari angka Yang umum = hadis yang bersangkutan termuat sebanyak angka kecil itu pada halaman atau bab yang angkanya disertai dengan angka kecil tersebut.
Setiap halaman kamus terbagi dalam tiga kolom. Setiap kolom memuat topik; Setiap topik biasanya mengandung beberapa subtopik; dan pada setiap subtopik dikemukakan data kitab yang memuat hadis yang bersangkutan. Cara penggunaannya seperti berbagai hadis yang dicari adalah yang memberi petunjuk tentang pemenuhan nazar: Dengan demikian, topik Yang dicari dalam kamus adalah topik tentang nazar.
Dalam kamus (Miftah Kunuzis-Sunnah) terbitan Lahore (pakistan), topik nazar termuat di halaman 497, kolom ketiga. Topik tersebut mengandung empat belas subtopik. Subtopik Yang dicari berada pada urutan kedua belas, di halaman 498, kolom ketiga. Data Yang tercantum dalam subtopik tersebut adalah sebagai berikut :

Dengan memahami kembali maksud lambang-lambang yang telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa maksud data di atas ialah:
1. Sunan Abu Daud, nomor urut kitab (bagian): 21; nomor urut bab: 22.
2. Sunan lbnu Majah, nomor urut kitab (bagian): 11;nomor utut bab: 18.
3. Sunan Ad-Darimi, nomor urut kitab (bagian): 14; nomor urut bab: 1.
4. Muatta ' Malik, nomor urut kitab (bagian): 22 nomor urut bab: 3.
5. Musnad Ahmad, juz ll, halaman 159; juz lII, halaman 419; dan juz VI, halaman 266 ( dalam halaman itu, hadis dimaksud dimuat dua kali) .
Setelah data diperoleh, maka hadis yang dicari, yakni dalam hal ini hadis yang membahas pemenuhan nazar diperiksa pada kelima kitab hadis di atas. Judul-judul kitab (dalam arti bagian) yang ditunjuk dalam data di atas dapat diperiksa pada daftar nama kitab (dalam arti bagian) yang termuat pada Bab IV tulisan ini untuk masing-masing kitab hadis yang bersangkutan.
Apabila yang dicari, misalnya berbagai hadis Nabi tentang tata cara salat malam yang dilakukan Nabi pada bulan Ramadan, maka topik yang dicari dalam kamus adalah topik Ramadan. Topik tersebut ada di halaman 211, kolom ketiga. Subtopik untuk Ramadan ada dua puluh satu macam. Subtopik yang dicari berada pada urutan subtopik keenam dan terletak di halaman 212, kolom kedua (tengah). Data yang dikemukakan adalah :

Dengan memeriksa lambing-lambang yang telah dikemukanan dalam pembahasan terlebih dahulu, maka data tersebut dapat dipahami maksudnya. Sesudah itu lalu diperiksa hadis-hadis yang termuat dalam keenam kitab hadis tersebut, yakni dalam Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan At-Turmuzi, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasai dan Musnad Ahmad.
Sekiranya topik yang dikaji berkaitan dengan nama orang, misalnya Abu Jahal, maka nama tersebut ditelusuri dalam kamus. Nama Abu Jahal ternyata terletak di halaman l5 kolom kedua, subtopiknya ada empat macam. Data untuk subtopik yang pertama, misalnya berbunyi sebagai berikut

(Keburukan tingkah laku Abu Jahal terhadap Nabi SAW.

Dengan demikian untuk mengetahui keburukan tingkah laku Abu Jahal kepada Nabi Muhamad, dapat diperiksa hadis-hadis yang termuat
dalam:
1. Sahih Muslim, nomor urut kitab (bagian): 50; pada nomor urut hadis: 28
2. Musnad Ahmad, juz II, halaman 370. Data tersebut agar dikonfirmasikan dengan data yang dikemukakan sebelumnya dan sesudahnya.
3. Sirah Ibnu Hisyam, halaman 184.
Untuk memperlancar pencarian hadis berdasarkan topik tersebut, perlu dilakukan praktek pencarian hadis berdasarkan data yang dikemukakan oleh kamus. Perlu ditegaskan bahwa berbagai hadis yang ditunjuk oleh kamus belum dijelaskan kualitasnya. Untuk mengetahui kualitasnya diperlukan penelitian tersendiri.