Pemikiran A. Hassan Tentang Hukum ( Metode Istinbat Al-Hukm )

A. Hassan berpendapat bahwa Allah swt. telah menetapkan aturan-aturan dan pola-pola standar yang dikenal manusia sebagai hukum. Hukum agama (syariat) mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan memerintahkan manusia untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu dan menjauhi tindakan-tindakan lainnya. Tujuan dari hukum agama adalah menguraikan perintah dan kehendak Tuhan agar manusia dapat melaksanakannya, karena tanpa hukum agama, tidak akan ada cara yang riil untuk mengetahui apa yang Allah perintahkan kepada manusia. Karena alasan inilah Allah memberi manusia hukum agama dalam bentuk Alquran dan Hadis sebagai petunjuk dan tuntunan
Selain klasifikasi umum tentang seluruh tindakan manusia, hukum agama juga membahas soal ibadah, perkara-perkara duniawi dan tingkah laku personal. Dalam soal ibadah, hukum agama mengatur sebagian besar ritual dan aturan peribadatan, semisal shalat, puasa, upacara penguburan, akikah dan qurban, bahkan persoalan-persoalan ibadah ini merupakan bagian terbesar dari hukum agama, karena terkait dengan kaidah dan aturan-aturan yang tidak dapat diambil dari penalaran manusia, melainkan hanya dari wahyu.
A. Hassan membagi aspek-aspek duniawi hukum agama kedalam dua bagian, yaitu yang pertama berkaitan dengan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kaum muslim sendiri seperti nikah, sedekah, waris, hukum makanan, berjuang mempertahankan agama dan sejenisnya. Hukum-hukum ini tidak mengikat non muslim yang tinggal di wilayah muslim. Bagian kedua adalah yang mengikat muslim dan non muslim yang tinggal di wilayah muslim seperti perdagangan, hubungan kerja, kontrak, perjanjian damai, upah, perhimpunan, perwakilan hukum, jaminan, keamanan, kebangkrutan dan persoalan-persoalan hukum lainnya yang secara umum dianggap sebagai masalah kewarganegaraan. Hukum agama juga menyediakan hukum pidana dengan menjelaskan cara serta jumlah hukuman untuk kejahatan-kejahatan seperti penganiayaan, pembunuhan, penipuan, fitnah, mabuk-mabukan dan perzinaan
A. Hassan menyimpulkan bahwa pelaksanaan yang benar atas hukum agama adalah hal penting karena dapat membedakan antara orang beriman dari orang kafir, dari para pendosa dan dari orang-orang munafik.
A. Hassan menjelaskan bahwa selain diatur oleh hukum agama, manusia juga diatur oleh hukum-hukum alam yang dibagi menjadi dua bagian yaitu hukum yang bisa diterima oleh nalar dan yang diterima oleh adat kebiasaan. Dua klasifikasi hukum alam ini terkait dengan ketundukan manusia pada kejadian alam. A. Hassan tidak memberikan pedoman untuk berurusan dengan hukum ini, agaknya beliau bermaksud menunjukkan bahwa hukum ini tidak lain harus dipatuhi dan pada umumnya manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikannya.
Kemudian A. Hassan mengungkapkan tentang hukum buatan yakni jenis hukum yang digunakan oleh berbagai bangsa, masyarakat, organisasi, rumah tangga termasuk hukum adat. Hukum ini merupakan hukum yang diciptakan menurut kebutuhan dan mengikat seluruh anggota kelompok yang meyakini hukum itu sebagai hukum sah. Tidak seperti hukum agama, persoalan-persoalan adat bisa saja diubah, ditambah atau dikurangi menurut kehendak komunitas yang bersangkutan.
Dalam ibadah, yaitu ibadah ritual, tidak boleh ada penyimpangan, penambahan atau pengurangan atas aturan dan isinya yang benar sebagaimana ditetapkan dalam Alquran dan Hadis. Allah telah menyempurnakan agama dan tidak ada inovasi dalam hal ibadah.
Tentang perkara-perkara keduniaan yang diatur oleh hukum agama, A. Hassan menyatakan bahwa ada ruang bagi perubahan dalam pelaksanaan hukum-hukum yang bersifat khusus, tetapi hukum itu sendiri tidak tunduk kepada perubahan. Contohnya perintah berupa kewajiban untuk belajar, memberi bantuan dan berjuang adalah perintah-perintah ibadah, tetapi pelaksanaan aktualnya hanya bisa dilakukan melalui adat, yaitu cara yang bisa saja berubah seiring dengan perubahan waktu dan kebutuhan sesuai dengan perkembangan pengetahuan manusia di muka bumi ini.
Karenanya, meskipun manusia pada umumnya bebas untuk mengubah hukum buatan, yaitu aturan-aturan sosial dan politik, A. Hassan mengingatkan agar hukum-hukum itu tidak bertentangan dengan hukum agama yang telah meletakkan aturan-aturan minimum bagi pelaksanaan berbagai urusan manusia secara tepat. Barang siapa yang tidak memberi tempat yang layak bagi hukum agama maka dia adalah orang kafir, penjahat dan pendosa baik di dunia maupun di akhirat. Seseorang dianggap kafir jika dia meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik dari pada hukum Allah, dianggap sesat jika membuat hukum yang tidak sesuai dan bertentangan dengan hukum agama dan dianggap berdosa jika dia mengetahui keberadaan hukum Allah tentang perkara tertentu, akan tetapi dia memberikan keputusan dengan hukum-hukum yang tidak diwahyukan Allah.
Bagi A. Hassan Alquran dan hadis memiliki arti yang sangat penting karena kedua sumber ini mempresentasikan Islam dalam bentuknya yang murni dan dalam bentuk itulah Islam dapat diadaptasi ke berbagai kondisi dan konsep yang berlaku di dunia modern. Oleh karena itu beliau sangat menekankan penggunaan Alquran dan Hadis dalam memberikan bukti-bukti bagi kebenaran pandangannya tentang masalah-masalah keagamaan, sosial, ekonomi dan politik.