Pemikiran Hukum A.Hassan Bidang Ekonomi (Riba, Bunga Bank)

Dalam hubungannya dengan hukum riba dan praktik perekonomian modern yang berkembang, A.Hassan memandang hal tersebut sah asalkan tidak berlipat ganda. Keuntungan yang diambil dalam praktik perbankan dan lembaga ekonomi modern pada umumnya dapat diterima akal sehat dan tidak termasuk kategori berlipat ganda. Kecaman Nabi dalam praktik riba adalah kontrol terhadap praktik perekonomian agar tidak menyimpang dari batasan-batasan syariat agama.
Selaras dengan pemikiran muslim modernis di dunia Arab, A.Hassan melihat lembaga-lembaga keuangan yang ada sesuai dengan Islam. A. Hassan mendefinisikan riba hanya sebagai keuntungan yang berlebihan dan menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari bank dan koperasi adalah layak dan tidak seharusnya dianggap riba. Dalam sebuah fatwa tentang koperasi dinyatakan bahwa pemberlakuan aturan tentang riba kemungkinan besar disebabkan oleh praktik yang lazim di Arabia pra-Islam, jumlah bunga yang berlipat ganda diminta ketika memperpanjang jangka waktu peminjaman. Jumlah seratus dirham menjadi dua ratus dirham dan seterusnya, hingga beberapa kali lipat.
Fatwa tersebut mengungkapkan bahwa praktik semacam ini dapat dengan mudah menimbulkan hilangnya kekayaan yang luar biasa besar di pihak peminjam. Dan karena menilai bahwa kehilangan semacam ini tidak adil, Nabi melarang praktik-praktik semacam ini.
Fatwa yang berjudul “Mengembalikan Jumlah Yang Lebih Besar Daripada Yang Dipinjam”, fatwa ini menentang tentang kesahihan hadis yang digunakan oleh kelompok-kelompok muslim tradisionalis untuk mendukung pandangan tentang riba. Hadis itu menyatakan bahwa pengembalian pinjaman berupa benih padi adalah dengan padi yang sama tanpa ada penambahan, dan bahwa hal itu tidak ada kaitannya dengan masa depan (yaitu keberhasilan panen berikutnya). Hadis itu tidak sahih sebab syarat-syaratnya tidak mungkin dipenuhi, karena seseorang yang meminjam benih padi tidak mungkin dapat mengembalikan benih padi yang sama setelah panen berikutnya. Fatwa ini juga menolak hadis-hadis lain yang diajukan oleh kelompok muslim tradisionalis sebagai dasar pandangan mereka tentang riba, karena hadis-hadis itu bertentangan antara satu dengan lainnya.
Kaum muslim diperbolehkan menggunakan bank-bank modern dan menerima bunga yang diberikan bank-bank itu atas tabungan mereka. Seorang muslim dianggap lalai terhadap kewajiban-kewajibannya jika tidak mau menerima bunga dari bank, dan menyatakan bahwa jika seseorang menganggap bunga bank itu tidak bersih, maka biarkanlah dia memberikannya ke panti asuhan atau sekolah.
Dari pemikiran di atas, A.Hassan menyerukan tajdid (pembaruan) terhadap praktik sosial keagamaan lama yang dianggap telah menyimpang dan mengarah kepada kemunduran karena telah terjadi kesalahan persepsi dalam memahami ayat-ayat riba dan kekeliruan dalam mensahihkan hadis-hadis tentang riba, oleh karena itu harus diperbarui dengan kembali kepada petunjuk Alquran dan Hadis secara benar.